Rembang, Indonesianews.co.id
Duka mendalam masih saja dirasakan Faridatus Solihah isteri Durrohim (23 tahun) warga Desa Woro, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang yang makamnya dibongkar, setelah setengah tahun meninggal dunia.
Saat berkunjung ke rumah Almarhum Durrohim. Prihatin rasanya, ketika melihat anak dan isteri korban. Sejumlah keluargapun tampak memendam keprihatinan yang cukup mendalam atas musibah yang dialami keluarga korban.
Namun, Farida begitu panggilan akrabnya tak berputus asa. Setelah ditinggalkan Durrohim sebagai tulang punggung keluarga, kini Farida berjualan batagor dan aneka jajanan. Dalam sehari, ia bisa meraup penghasilan kotor rata-rata Rp 80 Ribu, untuk sekedar menyambung hidup.
“Baru kali ini saya jualan. Sedikit-sedikit, untuk jajan anak dan mencukupi kebutuhan keluarga, “ ungkapnya lirih.
Faridatus Solihah mengisahkan sang suami baru dua kali ikut dump truk yang dikemudikan tetangganya, untuk mengambil bahan tambang ke daerah Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Itu pun karena menggantikan posisi ayahnya, yang kebetulan sedang tidak enak badan.
Ia tidak menyangka kemudian menerima kabar duka, sang suami meninggal dunia. Terakhir kali bertemu, sebelum berangkat kerja. Durrohim sempat berpesan kepadanya untuk baik-baik di rumah, menjaga anak semata wayangnya yang baru berusia 2 tahun.
Tak ada firasat sama sekali. Namun suara berisik cicak di dalam kamar, membangunkan tidur nyenyaknya, kemungkinan sebagai penanda Durrohim telah tiada pada malam itu.
“Waktu pas mau Subuh, ada suara cicak membangunkan saya, pas nyenyak-nyenyaknya tidur. Nggak mengira sama sekali akan terjadi seperti ini, “ kenang Faridatus.
Sementara itu, paman korban, Supardi mengaku masih memendam dugaan, bahwa Durrohim menjadi korban tindak kekerasan. Bukan terlindas truk tambang, sebagaimana informasi awal yang diterima keluarga.
Selain kondisi lukanya mencurigakan, ia juga bertanya-tanya, kenapa bekas darah korban di TKP tampak dihilangkan jejaknya, dengan cara dibakar.
“Sengaja dirusak, bekas darahnya dibakar. Bau solar menyengat banget kok, “ ucap Supardi.
Supardi memahami kesulitan polisi, karena keterbatasan saksi di TKP yang mau berterus terang atas peristiwa tersebut. Hal itu pula yang menyebabkan kenapa makam Durrohim baru dibongkar untuk keperluan autopsi, setelah meninggal dunia bulan Agustus tahun 2020 silam.
Ia menegaskan penentuan waktu autopsi bukan kehendak keluarga, karena keluarga korban menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada Polres Tuban, Jawa Timur. Apalagi Supardi menyadari pihaknya tidak akan mampu menanggung biaya autopsi.
“Mau bilang gimana, saya ini orang kecil. Kita nggak mungkin mengajukan autopsi, karena nggak mampu bayar. Makanya kita serahkan kepada pihak kepolisian, dengan harapan polisi bertindak seadil-adilnya, “ imbuhnya.
Sampai Selasa malam (23/02), keluarga korban belum menerima informasi dari Polres Tuban, terkait hasil autopsi jenazah Durrohim. Mereka memastikan akan sabar menunggu.
“Kita sabar menunggu sampai polisi ngasih tahu hasilnya, “ pungkas Supardi. (Sutrisno).