Prof. Dr. Hamka Haq: Kita Rindu Pemimpin Seperti Umar bin Abdul Aziz

Komunitas122 Views

Jakarta, Indonesianews.co.id 

Prof. Dr. Hamka Haq menyampaikan bahwa bangsa Indonesia perlu pemimpin yang meneladani kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Hal itu disampaikannya dalam ngaji kepemimpinan yang diselenggarakan Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy pada (07/04/2022).

Umar ibn Abdul Aziz atau yang sering dikenal juga sebagai Umar II merupakan khalifah yang sederhana, saleh, zahid, dan sangat dihormati.

Dalam kepemimpinannya, Umar berusaha untuk menjaga integritas Kekhalifahan Muslim Bani Umayyah (661–750) dengan menekankan pada agama dan kembali ke prinsip-prinsip asli Islam.
“Umar ibn Abd al-ʿAzīz merupakan salah satu khalifah Islam yang dinilai oleh banyak ahli sejarah memiliki legasi yang monumental dalam sejarah kepemimpinan Islam. Umar dikenal karena dapat menjalankan sistem pemerintahan yang baik, terutama pada tiga bidang: pertama, pentingnya menjaga stabilitas dan rekonsiliasi dalam internal umat Islam; kedua, peningkatan kesejahteraan; dan ketiga, penegakan hukum secara adil,” jelas Prof. Dr. Hamka Haq dalam ngaji kepemimpinan via zoom tersebut.

Menurut Profesor Hamka, Umar adalah pemimpin yang memulai karirnya dari bawah, mulai dipercaya sebagai kepala distrik, kemudian dipilih menjadi Gubernur Madinah, dan sebelum dipilih menjadi Khalifah, ia terlebih dahulu didaulat menjadi penasihat atau staf khusus Khalifah Sulaiman, yang digantikan.

Selama menjadi Gubernur Madinah, Umar berhasil merenovasi Masjid Nabawi dan membentuk badan penasihat Gubernur yang diduduki oleh 10 ulama. Tugas Umar saat itu adalah mengawasi dan memberikan nasihat kepada dirinya dan seluruh pemimpin kabupaten/kota di dalam wilayah kekuasaannya. “Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang tidak gila jabatan. Dia menolak ketika akan diangkat sebagai putra mahkota. Dia memilih hidup sederhana (zahid),” jelas Prof. Hamka.

Setelah dilantik sebagai Khalifah, Umar menolak ketika diberikan fasilitas mewah seperti kuda yang baik, sebagai kendaraan ketika itu, dan tidak tinggal di dalam Istana seperti pendahulunya. Dia memilih menjual kuda itu dan uang yang didapat dimasukkan ke kas negara, Baitul Maal, dan ia memilih tinggal di rumahnya yang sederhana. “Satu kisah lain menyebutkan, ketika anaknya tiba malam ke Istana untuk berkonsultasi masalah pribadi, Umar bin Abdul Aziz pun mematikan lampu karena itu dinilai bukan urusan negara,” urai Hamka Haq.

“Suatu hari Umar telat ikut shalat jamaah, ketika ditanya oleh sahabatnya, “kenapa terlambat?” Dia menjawab, “karena saya harus menunggu baju saya hingga kering.” Itu artinya, dia hanya memiliki beberapa lembar baju. Pada kisah lain, dikisahkan Khalifah itu blusukan, menemukan, dan berdialog dengan seorang ibu miskin yang memasak batu di samping anaknya yang menangis, dia langsung balik badan pulang ambil sekarung gandum di Gudang Istana, dipanggul sendiri, dibawakan ke ibu tua yang miskin itu,” tambah Hamka Haq.

Selain melakukan reformasi birokrasi, Umar II juga merangkul kembali keluarga Ali bin Abi Thalib dan jebolan Khawarij tanpa permusuhan ke dalam pemerintahannya. Itu adalah semacam rekonsiliasi dengan keluarga besar Nabi Muhammad Saw, termasuk menambahkan nama Ali bin Abi Thalib ke dalam teks khutbah di setiap hari Jumat.

Umar bin Abdul Aziz juga lebih memilih mengirim mubalig-mubalig ke daerah-daerah taklukannya untuk mendakwahkan Islam rahmatan lil alamin, yang toleran dan inklusif, dan tidak melanjutkan program ekspansif dengan mengirim tentara, seperti pendahulunya, dan ia bahkan memberi ruang bagi komunitas non-Muslim untuk membangun dan mengembangkan ekonominya seperti ternak babi dan jual-beli minuman khamar.

Hamka Haq menegaskan bahwa selama memerintah, Umar bin Abdul Aziz selalu menjaga jarak dengan oligarki, dan aktif berdialog dengan rakyatnya.

“Umar bin Abdul Aziz adalah sosok pemimpin yang patut dijadikan panutan dan teladan, terutama oleh pemimpin nasional kita hari ini, jika ingin meninggalkan legasi yang akan selalu dikenang oleh rakyat Indonesia,” jelas Hamka Haq, Wakil Ketua Umum PDI-P.

Tulisan ini diramu oleh M. Saleh Mude, Mahasiswa Hartford International university (HIU) for Religion and Peace, Hartford, Connecticut, Amerika dan telah disempurnakan oleh Profesor Dr. H. Hamka Haq, M. A.

Simak juga Ngaji Kepemimpinan bareng Prof. Dr. Hamka Haq secara lengkap dalam video berikut ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *