Semarang, Indonesianews.co.id
Semakin hari perubahan iklim semakin dirasakan bahkan sangat mengkhawatirkan. Setiap insan diharapkan dapat mewujudkan langkah nyata dalam kesehariannya untuk bersama-sama menangani isu perubahan iklim tersebut, seperti di bidang lingkungan yang mendukung ke arah penerapan Environment, Social, and Governance (ESG). PT Federal International Finance (FIFGROUP) memulai langkah tersebut dengan menggunakan panel surya yang merupakan perangkat pembangkit listrik di sejumlah cabang.
ESG sendiri merupakan sebuah standar operasional yang merujuk pada tiga kriteria utama, yaitu environment (lingkungan), social (sosial), dan governance (tata kelola institusi) sebagai instrumen dalam mengukur dampak dan keberlanjutan (sustainability) dari sebuah investasi pada suatu perusahaan ataupun negara.
Sebagai inisiatif untuk mendukung program dan komitmen ESG tersebut dan juga sebagai salah satu program keberlanjutan perusahaan, FIFGROUP yang merupakan anak perusahaan PT Astra International Tbk di bidang jasa pembiayan ritel melakukan instalasi panel surya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Pada tahun ini, FIFGROUP melakukan instalasi panel surya di tujuh cabang, secara bersamaan pada bulan April dan Mei, yaitu Cabang Yogyakarta, Semarang, Cirebon, Bandung, Jakarta, Depok, dan Cabang Padang. Panel surya yang dipasang memiliki kapasitas masing-masing 10,8 kilowatt-peak (KWp). Untuk tahap pertama pada hari ini Senin, 11 April 2022, instalasi panel surya tersebut mulai dilakukan di Cabang Yogyakarta dan Semarang, sedangkan sebelumnya FIFGROUP telah melakukan instalasi panel surya di Cabang Pamulang pada tanggal 31 Juli tahun 2019.
Apabila kita mengasumsikan pemasangan panel surya dengan kapasitas 10,8 KWp ini ditujukan untuk rumah dengan listrik subsidi pemeritah yang memiliki daya 450 watt, maka panel surya tersebut mampu menyuplai listrik untuk 24 rumah atau setara juga dengan 12 rumah yang memiliki daya 900 watt.
Sistem On-Grid
Panel surya yang dipasang di kedua cabang di atas menggunakan sistem on-grid, yaitu rangkaian panel surya yang terhubung dengan jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kelebihan daya yang dihasilkan oleh panel surya pada sistem on-grid ini akan dikirim ke jaringan PLN yang selanjutnya menjadi daya surplus untuk bisa digunakan. Dengan demikian, penggunaan sistem tersebut dapat menghemat biaya listrik.
Human Capital, General Support, and Corporate Communication Director FIFGROUP, Esther Sri Harjati, mengatakan : “Sebagai upaya mendukung program ESG dalam melestarikan lingkungan, FIFGROUP melakukan instalasi panel surya di sejumlah cabang untuk mengurangi emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik pada operasional bisnis kami,” kata Esther.
Lebih lanjut, Esther menyebutkan instalasi panel surya ini diharapkan dapat menjadi program keberlanjutan perusahaan. “Semoga kegiatan ini dapat terus dilakukan kedepannya dan dapat bermanfaat serta memberikan dampak positif,” tutur Esther.
Seirama dengan Esther, Information Technology (IT), Business Development (BD), Corporate Planning (Corp Plan), Risk, Customer Relationship Management (CRM), and Digital Director FIFGROUP, Indra Gunawan, mengatakan bahwa : “Melalui peresmian solar panel di cabang ini diharapkan mampu memberikan semangat baru dalam pemanfaatan EBT yang penggunaannya memiliki dampak baik bagi lingkungan,” tutur Indra ketika melakukan peresmian di Cabang Semarang.
Sementara itu Marketing Director FIFGROUP, Antony Sastro Jopoetro mengatakan bahwa implementasi program tersebut tidak terlepas dari kolaborasi seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.
“Melalui program instalasi panel surya ini, diharapkan dapat mendorong semangat kolaborasi yang sinergis guna mendukung ESG untuk pelestarian lingkungan,” kata Anton ketika peresmian panel Surya di Kantor Cabang FIFGROUP Yogyakarta.
Bumi kian panas
Berdasarkan data World Meteorological Organization, setiap tahunnya bumi kian menjadi panas ditandai dengan peningkatan suhu global yang sudah mencapai 1,1 derajat Celcius. Angka tersebut sudah mendekati ambang batas peningkatan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius yang telah ditetapkan pada Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change.
Angka tersebut terlihat sangatlah kecil, namun berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) apabila peningkatan suhu global sudah melebih ambang batas 1,5 derajat Celcius terjadi, salah satu dampak buruknya adalah terjadinya kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di daerah kutub yang berdampak kepada 69 juta manusia yang harus menghadapi bencana banjir di wilayah pesisir di seluruh dunia.
Kembali tentang isu lingkungan, peningkatan suhu bumi diperkirakan akan menyebabkan hilangnya spesies tumbuhan, hewan, dan serangga, termasuk kematian hampir semua terumbu karang. Keadaan ini tentunya dapat meninggalkan sejarah buruk bagi generasi masa depan yang akan datang.
Perubahan iklim tidaklah terjadi secara tiba-tiba, peristiwa ini terjadi oleh berbagai sebab. Sebagian besar sebab tersebut terjadi didorong oleh peningkatan emisi karbon dioksida ke atmosfer melalui aktivitas manusia yang dapat menimbulkan Efek Rumah Kaca. Salah satu pemicu meningkatnya jumlah emisi karbon dioksida di bumi adalah penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama dalam berbagai sektor.
Sejumlah manfaat bisa didapatkan melalui penggunaan solar panel pada operasional bisnis di sejumlah perusahaan. Sebagai berdampak pada pelestarian lingkungan, penggunaan solar panel ini juga menjadi aset jangka panjang baru bagi perusahaan yang dapat mengurangi cost pengeluaran pembayaran listrik perusahaan.
Energi Baru Terbarukan
Di dalam perjanjian Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change menjelaskan salah satu poin di dalamnya adalah upaya meningkatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui peningkatan partisipasi masyarakat lokal. Di antara cara untuk memanfaatkan EBT tersebut adalah dengan menggunakan tenaga surya sebagai sumber energi pembangkit listrik.
Hal tersebut menjadi dasar pemerintah Republik Indonesia (RI) yang turut berpartisipasi dalam penandatanganan Paris Agreement tersebut dalam mendorong masyarakatnya untuk mulai menggunakan EBT sebagai salah satu energi alternatif pembangkit listrik di setiap rumah ataupun industri yang ada.
Berdasarkan data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), energi yang bisa diserap dari tenaga surya menduduki peringkat kesatu dengan nilai potensi sebesar 207,8 gigawatt-peak (GWp) dibanding EBT lainnya, seperti tenaga air sebesar 75 GW, tenaga angin sebesar 60 GW, tenaga bioenergi sebesar 32,6 GW, tenaga panas bumi sebesar 25,8 GW, dan tenaga minihidro sebesar 19,3 GW.
Saat ini, penggunaan tenaga surya sebagai sumber EBT baru berkontribusi sebanyak 153,5 MWP. Persentase tersebut sebesar 0,07% dari total potensi yang ada, yaitu sebesar 417,8 GWp. Pada tahun ini, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) merencanakan hingga akhir tahun terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 450 MWp.