Surabaya, Indonesianews.co.id
Sidang Kyokushinkai lanjutan perkara memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik *sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHP* Kamis (22/6) ditunda, setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) gagal menghadirkan saksi Bambang Irwanto yang ketiga kalinya dengan alasan sakit.
Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra itu, terdakwa Liliana Herawati terlihat sabar, kooperatif dan sangat siap menghadapi perkara di persidangan hari itu. Dan bahkan sudah hadir satu setengah jam sebelum sidang dimulai dengan kondisi *sebagai tahanan titipan di LP Wanita Porong* oleh pengadilan negeri *Surabaya* walaupun tenggang waktu penahanan sudah terlewati.
Namun, karena saksi *pelapor* Bambang Irwanto berhalangan hadir dengan alasan sakit dan dua saksi ahli yang harusnya dihadirkan Jaksa pun juga tidak hadir, sehingga Hakim Ojo Sumarna SH.MH memutuskan *untuk menunda* sidang perkara menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik pada hari Senin (26/6) mendatang.
Menyikapi penundaan sidang, pengunjung sidang yang sudah hadir sangat kecewa terutama pendukung terdakwa Liliana Herawati. Banyak yang beranggapan pihak pelapor diduga sengaja menginginkan Liliana Herawati tetap ditahan oleh Pengadilan Negeri walaupun *5* saksi pelapor sebelumnya yang hadir termasuk Tjandra Sridjaja tidak bisa membuktikan kesalahan Liliana Herawati dan cenderung menjawab yang tidak ada relevansinya dengan pertanyaan para Penasehat Hukum Terdakwa.
Apalagi Ketua Founder Ikatan Perempuan Indonesia Peduli (IPIP) Asrilia Kurniati mengaku sangat geram dan kecewa berat dengan ketidakhadiran saksi yang diduga dibuat-buat: “Kami sangat Kecewa Karena Sudah Meluangkan Waktu mulai dari pagi, tapi ternyata Saksi pelapor Bambang Irwanto tidak hadir dengan alasan sakit. “kata Asrilia
“Padahal ada bukti-bukti yang ditunjukkan penasehat hukum kepada hakim bahwa Bambang Irwanto beberapa hari sebelumnya, Hari Sabtu (17/6/2023) kemarin ditemukan sedang makan di Restoran dan *sidang hari Selasa (20/6/2/23) tidak hadir dengan alasan sakit*, Ini adalah sangat merugikan dan menyiksa phsykis Kaicho LIliana Herawati yang ditahan lebih lama lagi, ini tidak adil dan menunjukkan dugaan adanya *rekayasa dan skenario hukum* yang sengaja *dimainkan oleh pelqpor*yang berdampak pada psycokogis ketidak percayaan akan penegakan hukum di Peradilan* di Indonesia “kata Asrilia
Dikatakan Asrilia, seharusnya penangguhan atau pengalihan penahananan *yang diajukan terdakwa melaui PH nya bisa dikabulkan apalagi masa penahanan tahap pertama sudah habis pada tanggal 20/6/2023* *Apalagi masa perpanjangan penahanan tahap dua belum disampaikan secara tertulis oleh PN Surabaya baik kepada PH atau Keluarga Terdkawa maka sudah seharusnya Terdakwa Liliana bisa dikeluarkan dari tahanan* *pada tanggal 21 /6/2023 . Ada apa ini dengan Pengadilan Negeri Surabaya*?Apalagi Terdakwa sebagai seorang perempuan, harusnya tidak boleh mendapatkan kekerasan phsykis apalagi harus dipisahkan dari kedua putrinya yang masih dibawah umur, *Seharusnya Terdakwa dikeluarkan dari tahanan titipan dan/atau setidak-tidaknya dikabulkan permohonan pengalihan penahan ke tahanan rumah atau kota
karena tidak ada urgensinya menahan Terdakwa apalagi suaminyq memberi surat jamin dan beberapa penjamin termasuk Tokoh besar Jawa Timur Bambang Haryo Soekartono*
*Patut diduga* saksi beralasan sakit, nanti kalau benar sakit atau mati beneran, baru tahu rasa” Tegasnya
Sekedar diketahui, sidang perkara menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik ini, sudah menghadirkan 5 orang saksi. Terakhir yang didengarkan keterangannya yakni Tjandra Sridjaja ketua umum perkumpulan Kyokushinkai Tidak ada satupun saksi yang *menunjukkan* bahwa Liliana bersalah bahkan terlihat saksi terindikasi mengumbar kebohongan padahal sudah disumpah.
Mengenai akta nomor 8 tertanggal 6 juni 2022, yang disebut saksi pelapor Tjandra Srijdqya telah digunakan oleh terdakwa, dibantah keras oleh terdakwah. Karena terdakwa Liliana tidak pernah menggunakan akta no 8 tersebut.
Kemudian soal dana arisan yang disebut saksi merupakan milik Perkumpulan pun telah dibantah oleh *Terdakwa* yang benar adalah dana arisan bukanlah milik perkumpulan melainkan akumulasi *uang hasil arisan warga perguruan* dari tahun 2007 dalam bentuk arisan yang dikumpulkan oleh sekitar 300 lebih Karateka Sabuk Hitam, kata Terdakwa membantah kesaksian Tjandra Sridjaja seakan- akan uang itu adalah sumbangan dari Tjandra dan Koleganya.
Sebagaimana diketahui jumlah dana arisan yang dikelola sebagaimana versi terdakwa, uang arisan itu sebesar sekitar Rp 11 Milyar, namun saldo terakhir di rekening BCA KCP Darmo atas nama Perkumpulan lenyap dan tinggal Rp 20 juta saat dikelola pihak Tjandra Sridjaja. Kendati demikian, saksi masih berkelit sisa uang seakan akan masih senilai Rp7.9 Milyar di bank Mayapada, tetapi bukti saldonya tidak pernah dibuka dan disampaikan sebagai pertanggungjawaban pihak Tjandra Sridjaja sampai dengan saat ini.