Rembang, Indonesianews.co.id
Tanaman mangrove seluas 20 hektar yang ada di sepanjang pantai Desa Leran, Trahan, Pangkalan dan Sluke Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang hanyut disapu ombak besar pada musim barat kali ini.
Akibatnya, sebanyak 200 ribu batang pohon magrove yang ditanam bulan September 2020 tahun lalu, saat ini hanya tersisa 30 % nya atau sekitar 60 ribu batang pohon saja.
Penanaman mangrove yang dilaksanakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Kelompok Tani (KT) di 4 desa di Kecamatan Sluke. Tujuannya sebagai pencegah abrasi di daerah pantai yang dipilih sebagai sasaran program yang bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu, jika musim barat ombak masuk ke darat sejauh 3 sampai 4 meter.
Survey awal, rencana penanaman mogrove akan dilkukan di lokasi pantai Desa Sendangmulyo dan Desa Jatisari. Namun karena persyaratan teknis tidak memungkinkan, akhirnya memilih lokasi ke arah barat yang berdasarkan teknis memenuhi syarat untuk lokasi tanam mangrove.
Penyuluh Kehutanan Lingkungan Hidup Kecamatan Sluke, Sabati Agus mengatakan ada dua jenis magrove yang ditanam yakni; jenis Avicennia SP dan Rhyzophora SP dengan perbandingan 80 % mangrove jenis Avicennia SP atau sekitar 160 ribu pohon. Sedangkan 20 %nya lagi, jenis Rhyzophora SP atau sekitar 40 ribu pohon.
“Di Kecamatan Sluke penanaman magrove ada di empat desa yaitu Desa Leran seluas 5 hektar, Desa Pangkalan seluas 4 hektar, Desa Trahan seluas 6 hektar dan Desa Sluke 5 hektar. Jadi luas keseluruhan 20 hektar dan jumlah magrove yang ditanam sebanyak 200 ribu pohon,” Kata Agus kepada Indonesianews.
Ia mengatakan rencana awal masing-masing desa itu mendapatkan alokasi luasan lahan 5 hektar. Namun ada lahan yang tidak memungkinkan, sehingga pembagian luasan lahan ada yang 6 hektar yaitu di Desa Trahan dan ada yang hanya 4 hektar yaitu di Desa Pangkalan.
“Alokasi anggaran yang dikucurkan oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan kepada 4 Desa itu senilai Rp. 700 juta lebih. Rinciaannya, Desa Leran Rp. 178 juta, Desa Trahan Rp. 213 juta, Desa Pangkalan Rp. 146 juta dan Desa Sluke Rp. 178 juta,” kata Agus.
Menurut Agus, pos penggunaan anggaran itu 60 % nya untuk biaya tenaga kerja (HOK) yang lansung ditransfer ke rekening masing-masing pekerja. Sedangkan 40 %nya lagi untuk bahan dan bibit dan tidak ada dana pendamping untuk pemiliharaan pasca tanam.
“Kendala yang dihadapi pasca tanam yakni ombak besar. Sudah kami antisipasi tetapi pemecah ombak yang digunakan sebagai pelindung tanaman mangrove hancur dihantam ombak, sehingga sebagian besar tanaman mangrove juga hilang. Di samping itu, hambatan pada posisi subtrak atau keadaan lokasi tanah dan kandungan kadar garam pada air laut yang terlalu tinggi,” jelasnya. (Sutrisno)