Rembang, Indonesianews.co.id
Terkadang berbagai informasi yang tidak tepat tersaji diberbagai plafon media sosial (medsos) terkait moderasi beragama.
Misalnya, moderasi beragama adalah proyek kaum liberal, bagian dari pendangkalan akidah dan narasi – narasi sejenis yang intinya adalah kecurigaan bahwa moderasi beragama ini punya tujuan bukan hanya tidak mulia, tetapi berbahaya juga bagi kehidupan beragama kita.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rembang Jawa Tengah, H. Muh. Muhson. S.Ag., dalam Forum Diskusi Bertajuk “Moderasi Beragama Dan Kehadiran Negara Dalam Memberikan Pelayanan Umat ” bertempat di Aula Klentheng Hok Tik Bio Desa Sumberejo Rembang Selasa, (28/11/2023).
Karena itu, menurut Muh. Muhson menjadi penting untuk menyampaikan bahwa moderasi beragama itu berbeda dengan moderasi agama.
“Namun, terkadang disamakan seolah – olah moderasi beragama itu sama dengan moderasi agama,” jelasnya.
Ia menyampaikan moderasi beragama itu bukan agamanya yang di moderatkan. Kalau agama itu memang sudah moderat.
Kalau kita memahami ajaran agama kita dengan baik, ajaran agama apapun pesan – pesan utamanya adalah tentang keadilan, cinta kasih, perdamaian dan bagaimana membangun kemaslahatan dan pesan lain yang intinya adalah bagaimana agama itu memberikan sumbangsih yang baik, bagi kehidupan manusia dan juga kemanusiaan.
Menurutnya, moderasi beragama terkait dengan pemahaman, cara berfikir, bersikap, berprilaku dan cara memahami agama dengan benar.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Agama RI Anna Hasbie sebagai Nara Sumber di acara yang juga menghadirkan Kepala Pusat Bimbingan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI, Dr. H. Susari MA. Dan Ketua Tim Ortala Kantor Kementerian Agama Jawa Tengah H. Nur Kholis.
Ia mengatakan berbicara soal moderasi agama Jubir Kementerian Agama dalam penyampaiannya bertanya, apakah masih relevan apa tidak ketika kita berbicara soal moderasi beragama.
Sebetulnya, Kita berada di tahun terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) yang sudah memasuki tahun ke lima pelaksanaan atau implementasinya di Kementerian Agama.
“Namun, kalau kita berfikir lagi walaupun sudah lima tahun tetapi moderasi beragama ternyata masih perlu untuk digaungkan. Karena kalau kita bercermin dari semboyan Bhineka Tungga Ika Nagara kita yang beragam tetapi tetap satu,” jelas Anna Hasbie.
Menurutnya, semangat keberagaman itu sebagai aset kita yang memang harus dipupuk terus – menerus.
Jadi, moderasi beragama itu tidak boleh dilihat sebagai satu proyek saja. Namun, moderasi beragama itu berkesinambungan yang harus dijaga terus – menerus dan dipelihara.
Kemudian, mengapa lahir pemikiran di tahun 2020 tentang moderasi beragama. Sebetulnya berawal dari suatu pemikiran setelah masa reformasi berakhir itu ada konflik sana – sini.
“Sebetulnya konflik itu kecil. Namun konflik itu harus dimenit agar tidak menjadi besar,” jelasnya.
Seringkali, penyebab konflik itu awalnya, bermula dari salah satu perbedaan pemahaman soal agama.
Ini hal yang ironis, karena agama pada hakikatnya mewujudkan perdamaian, membina hubungan baik. Tetapi pandangan yang berbeda cara beragama seringkali di lapangan tidak semudah itu.
Sehingga, lahirlah upaya untuk memelihara kerukunan beragama ini sebagai aset utama bangsa kita.
Apalagi, gejala global perbedaan pemahaman yang seringkali menjadi sumber konflik dan perselisihan.
Bagi Indonesia sendiri khususnya, tentu perbedaan seperti ini membahayakan. Karena secara alamiah Indonesia sendiri terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras dan agama.
Itulah akhirnya lahir pemikiran untuk menciptakan masyarakat yang punya pemahaman yang kuat terhadap agamanya masing – masing, sehingga menghasilkan masyarakat yang moderat, Inklusif dan toleran.
Misi moderasi beragama itu sederhana bagaimana nilai – nilai agama itu ter internalisasi. Agama itu bukan saja dibaca, bukan saja dipahami tetapi lebih dari itu semua harus dipraktekkan.
Ia menilai, agama pada hakekatnya adalah praktek cara hidup, dimana nilai – nilai agama yang baik itu menjadi landasan moral, etika, spritual, dalam berbangsa dan bernegara.
Kepala Pusat Bimbingan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI Dr. H. Susari MA, menilai dari sisi konsep, sisi implementasi dan fakta – fakta di Kabupaten Rembang moderasi beragama sudah berjalan bagus, menjadi suasana batin dan suasana kehidupan di Rembang.
Ia mencotohkan Klenteng Hok Tik Bio dibawah naungan di bawah naungan Tri Dharma di bawah tiga keyakinan besar yaitu; Budha, Khonghuchu dan Thoi.
Ketiga keyakinan itu hidup rukun meskipun tiga beragama berada dalam satu Klenteng. Bahkan seorang Biokong (penjaga – red) Klenteng beragama Kresten.
Jadi, perbedaan keyakinan sebenarnya di Kabupaten Rembang sudah selesai. Tinggal bagaimana kita memperkuat melakukan disiminasi kepada masyarakat luas.
“Benar yang disampaikan Kemenag, yang dimoderasikan itu bukan agamanya, tetapi cara pandang, sikap dan praktek beragama yang harus mencerminkan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan dan kemaslahatan,” jelasnya. (Trisno/Aziz/Rbg).