TAHUN baru 2024 membawa ke dalam suasana perubahan, penuh dengan kecemasan dan harapan yang berkembang dalam dinamika politik yang semakin memanas menjelang Pemilihan Presiden 2024.
Pemerhati Sosial Politik dan Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta Heri Solehudin mengatakan sebuah refleksi mendalam atas peristiwa dan perkembangan politik akan menjadi panduan bagi semua dalam menentukan arah masa depan negara.
Seiring bergulirnya waktu, banyak harapan yang belum terpenuhi dan janji politik yang tampaknya terkatung-katung.
“Kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dan para pemimpinnya menjadi bayang-bayang gelap yang menyelimuti euforia menyambut tahun baru,”katanya.
Pertanyaan kritis pun muncul: apakah kekecewaan ini akan membawa perubahan atau justru memperdalam jurang antara pemerintah dan rakyat?
“Menjelang Pemilihan Presiden 2024, tantangan dan kontroversi politik semakin menghawatirkan saling ancam, saling teror, saling pecat terhadap pihak-pihak yang tidak sejalan dengan keinginan pengusasa saat ini membuat Pemilu 2024 menjadi Pemilu Brutal yang bisa mencederai praktek demokrasi kita,”katanya.
Sayangnya masyarakat juga kurang memiliki kesadaran bahwa seakan-akan pemilu 2024 hanya peristiwa Pemilihan Presiden tanpa melihat urgensi dari pemilihan wakil-wakil rakyat di DPR, sehingga seluruh energi bangsa ini seolah terhabiskan hanya memikirkan kontestasi Pilpres saja.
“Kita semua tentu menyadari bahwa keterpilihan eksekutif dan legislatif tentu saja sama pentingnya mengingat sebagus apapun gagasan eksekutif harus dibarengi dengan legitimasi melalui kekuatan politik di legislatif,”katanya.
Bangsa ini telah membayangkan bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu yang menyenangkan, tidak ada pembelahan, tidak ada perpecahan dikalangan rakyat kita, akan tetapi beberapa bulan terakhir di penghujung 2023 ini.
“Kita banyak disuguhi drama politik yang berpotensi kembali membuaka ruang perpecahan, belum lagi indikasi penggunaan kekuasaan dan alat negara untuk kepentingan pemenangan calon tertentu,”katanya.
Maka jika pemilu hanya sebuah koalisi elit untuk melegitimasi kekuasaannya.
“Sudah dapat kita tebak siapa pemenangnya, akan tetapi kecacatan demokrasi ini akan menjadi catatan sejarah yang menegaskan bangsa ini menerima pemimpin yang berangkat dari proses demokrasi yang cacat,”katanya.
Namun di tengah-tengah kehawatiran akan masa depan demokrasi, harapan tetap terbuka Tahun Baru 2024 melalui Pemilu dan Pilpres yang akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024 yang akan datang tetap membawa peluang untuk memulai kembali dan mewujudkan perubahan positif.
Harapan untuk adanya pemimpin yang jujur, berintegritas, dan mampu membawa kemajuan bagi bangsa menjadi sumber kekuatan untuk terus berjuang menuju masa depan yang lebih baik.
Sebagai individu dan masyarakat, inilah saatnya untuk merenung dan meresapi peran kita dalam dinamika politik yang terus berkembang.
” Apakah kita terus menjadi penonton pasif atau aktor yang berkontribusi dalam menciptakan perubahan yang diinginkan ! Kini saatnya kita sebagai anak bangsa melakukan refleksi pribadi dan kolektif untuk membangun kesadaran politik yang kuat dan bertanggung jawab,”katanya.
Dalam menghadapi tahun baru 2024, mari bersatu sebagai bangsa. Tantangan politik tidak dapat diatasi tanpa dukungan dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Keberagaman pendapat dan pandangan harus dihargai, namun kebersamaan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik harus tetap menjadi tujuan bersama.
Meskipun kekhawatiran dan keraguan ada, kita tidak boleh menyerah pada pesimisme. Tahun baru adalah panggilan untuk menatap masa depan dengan optimisme dan semangat perubahan.
Dengan kesadaran politik yang matang, harapan untuk masa depan yang lebih baik dapat menjadi kenyataan. Marilah kita bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.
Ajakan untuk bersatu sebagai bangsa menjadi panggilan penting. Tantangan politik yang mungkin dihadapi memerlukan kerja sama. (Eka)