Jakarta, indonesianews.co.id – Lewat film Lafran, pesan moral nilai-nilai kebangsaan dan keislaman tersampaikan kepada generasi milenial, khususnya bagi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
HMI yang berdirinya di prakarsa oleh Lafran Pane, selama 77 tahun, HMI menjadi organisasi mahasiswa Islam yang mampu memberikan sumbangsih besar dalam menegakkan Indonesia.
Dimana kala itu merasakan kegelisahan dimana organisasi kepemudaan terbelah antara sekuler dan Islam garis keras. Lafran yang merasakan ketidaknyamanan itu berusaha mendirikan organisasi mahasiswa yang berdiri di tengah dengan nilai-nilai kebangsaan tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
Sehingga Film Lafran ini, menjadi pengingat dari visi perjuangan Lafran Pane. Film ini bisa menjadi inspirasi dalam upaya terus menerus menyatukan seluruh komponen bangsa setelah hajatan Pemilu 2024.
Pertunjukan Khusus Film Lafran di Februari 2024, juga sebagai kado istimewa di peringatan milad HMI, sekaligus menjadi rangkaian promosi film sebelum rilis tahun 2024.
“Kami berterima kasih sekali kepada banyak
pihak yang telah menuntaskan produksi film Lafran hingga siap rilis di tahun 2024. Kami ingin agar HMI dan organisasi kepemudaan selalu memegang teguh semangat perjuangan Lafran Pane,” kata Ketua Presidium MN KAHMI, Ahmad Doli Kurnia,
Lebih jauh Doli mengungkapkan, ide pembuatan film Lafran ini berawal dari keinginan Bang Akbar Tandjung, tentang pentingnya peran HMI dan organ-organ pendukungnya kembali memperjuangkan cita-cita dan gagasan Lafran Pane tentang keindonesiaan yang menyatukan.
“Film Lafran ini menjadi pemanggil untuk mereka mereka yang pernah merasa sebagai kader HMI, datang dan menyaksikan film Lafran ini,” ungkap Produser Eksekutif film Lafran.Dr. Arief Rosyid Hasan.
Sementara itu Kick-Off Lafran pada 5 Februari 2024 ini khusus diselenggarakan MN KAHMI bersama rumah al, begitu pula film Lafran ini akan road-show di 30 kota di Indonesia.
Jalan Cerita Film Lafran
Lafran, ditinggal dua perempuan tercinta. Ibunya meninggal saat Lafran berusia dua tahun.
Berikutnya, neneknya. Kehilangan dua ‘ibu’ bagi Lafran seperti kehilangan kemudi. Ayahnya, Sutan Pangurabaan tokoh pergerakan di Sumatera Utara terlalu sering berpergian hingga Lafran harus tinggal bersama kakaknya.
Di usia muda itulah, Lafran jadi pemberontak terhadap kondisi ketidakadian yang menuntut ia harus pindah ke berbagai sekolah. Lafran bahkan sempat jadi petinju jalanan. Kakaknyalah, Sanusi dan Armijn Pane, yang mendorong Lafran agar energi pemberontakkannya dimanfaatkan dalam bentuk karya.
Perjalanan Lafran dari Tapanuli Selatan (Sipirok) ke Jakarta hingga Yogyakarta mewarnai perubahan cara pandang Lafran dalam berjuang. Idealismenya menguat, prinsip hidup semakin tak tergoyahan, Lafran Pane menyimpan visi besar dalam memperjuangkan keindonesiaan.
Saat pendudukan Jepang, Lafran sempat ditahan karena membela para peternak sapi. Dia dibebaskan, setelah ayahnya menebus dengan menyerahkan bus Sibual-buali kepada tentara Jepang. Sejak itu, Lafran begitu antusias terlibat dalam berbagai arus gerakan kemerdekaan termasuk para pemuda yang mendorong Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI.
Semasa kuliah di Yogyakarta, Lafran gundah oleh keberadaan kaum muslim terpelajar yang terlalu larut dalam pemikiran sekular. Mereka sering melupakan ibadah utama. Maka, muncullah gagasan mendirikan Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), yang berjuang dalam bingkai keislaman dan keindonesiaan.
Awalnya tidak ada yang mudah, dalam arus politik aliran yang sangat kencang saat itu, keberadaan HMI justru ditentang oleh organisasi massa Islam yang sudah ada. Resistensi juga dilakukan gerakan kelompok sosialis.
Dari semua pertentangan dan gesekan yang dihadapi, Lafran berketepatan hati menegakkan HMI. (Eka)