Rembang, Indonesianews.co.id
Kenaikan harga kedelai dirasakan pengaruhnya oleh pengrajin tahu.
Pengrajin terus bertahan menjalankan usaha itu, meski untuk menutup biaya produksi saja tidak mencukupi.
Salah satu pengrajin tahu Wiyoto (43) warga Desa Sendangmulyo Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang, saat ini masih bertahan menjalan usahanya meski dalam kondisi sulit.
Wiyoto mengatakan usaha tahu dimasa pandemi mengalami penurunan drastis. Pendapatan hanya 50 % saja dari sebelumnya.
Di masa normal dalam sehari bisa menghabiskan kedelai sebanyak 4 kuintal. Dimasa pandemi kali ini hanya menghabiskan 2 kuintal saja dalam sehari.
Ia mengatakan penyebab penurunan pendapatan itu akibat keterbatasan aktivitas di pasar dan kenaikan harga kedelai.
“Di masa pandemi ini keterbatasan aktivitas di pasar dan kenaikan harga kedelai dari sebelumnya,” kata Wiyoto kepada Indonesianews Sabtu (27/2/2021).
Menurut pengusaha yang telah menekuni usaha selama 25 tahun itu, biaya yang dikeluarkan untuk 1 kali produksi sebesar Rp. 4 juta diwaktu sebelum pandemi dengan bahan baku 4 kuwintal kedelai.
Saat ini, hanya Rp. 2 juta saja untuk biaya produksinya karena hanya mampu mengolah bahan baku kedelai sebanyak 2 kuwintal saja.
“Sehingga pendapatan yang kami terima juga menurun drastis. Jika dimasa normal penghasilan kotor mencapai Rp. 6 juta perhari, dimasa pandemi tinggal Rp. 3 juta saja. Sangat sulit untuk menutup biaya produksi dan operasional lainnya,” kata Wiyoto.
Saat ini untuk menjalankan usahanya Ia memperkerjakan sedikitnya 6 orang pekerja.
Untuk membayar pekerja biaya yang dikeluarkan rata -rata Rp. 300 ribu hingga Rp. 400 ribu perhari.
“Belum lagi biaya operasional lainnya, sehingga sangat menyulitkan bagi kami selaku pengusaha kecil,” katanya.
Kenaikan harga kedelai memang dirasakan pengaruhnya bagi usahanya.
Harga kedelai yang sebelumnya hanya
Rp.6.000 / kilogramnya. Kini harganya terus melambung mencapai Rp. 9.700 / kilogramnya.
Ia mengaku, agar usahanya bisa bertahan sempat menaikkan harga jual tahu di pasar hingga 2 kali. Dari harga sebelumnya Rp. 300 / biji menjadi Rp. 550 / biji.
Kenaikan harga itu dilakukan karena harga kedelai yang terus naik sehingga tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan selain menaikkan harga jual tahu di pasar.
“Kami berharap dimasa pandemi ini pemerintah sebisa mungkin menurunkan harga kedelai sehingga usaha bisa berjalan normal kembali,” harapnya.
Wiyoto terbilang kreatif, untuk mengurangi biaya produksi, Ia memanfaatkan limbah ampas tahu menjadi kerupuk tahu.
Produksi perhari cukup banyak mencapai 1 kuwintal dengan harga jual Rp. 16 ribu perkilogramnya.
Daerah pemasaran kerupuk produksi di wilayah Rembang bahkan merambah ke luar daerah Blora, Tuban, dan Juana.
Omset yang diperoleh perbulan mencapai Rp. 6 juta.
” Lumayan bisa membantu meringankan biaya produksi tahu akibat harga kedelai yang terus naik,” ungkapnya. (Sutrisno)