Rembang, Indonesianews.co.id
Kisah Pasutri Miskin tidur bersama ternak seekor sapi, Mbah Suhadi (66) dan istrinya bernama Mbah Mariyam belum siap di rawat di Panti Turus Gede Rembang Jawa Tengah.
Warga desa Terjan RT 03 RW 02 kecamatan Kragan itu terus terang masih ingin tinggal di kampung halamannya sendiri bersama ternak seekor sapinya ketimbang hidup di Panti.
Pasal dia, hidup di desa walau miskin tidur bersama ternak seekor sapi di kandang reyot dari sesek bambu bolong, mereka mengaku lebih nyaman. Itu menurut Mbah Mariyam, Kamis (21- 03- 2024) siang.
Menurut mereka berdua, hidup di panti jauh dari keluarga anak cucu dan tetangga lingkungan. Sehingga kurang nyaman apalagi meninggalkan seekor ternak sapinya.
Di hadapan wartawan Indonesia news.co.id, Mbah Mariyam belum siap di tempatkan di Panti milik pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang ada di Turus Gede Rembang.
” Saya masih senang tinggal di rumah bersama suami walau rumahnya seperti kandang sapi dan tidur bersama ternak sapi cuma satu,” terang Mbah Mariyam.
Tak hanya itu alasan mereka ogah tidur di panti turus Gede Rembang. Mbah Mariyam beralasan tidak mau hidup tanpa berternak sapinya agar bisa beranak.
” Mbah Suhadi sudah tua, sudah lama tidak bekerja nguli. Sudah tidak ada orang yang mau menyuruh bekerja karena tenagannya sudah loyo. Bisanya hanya ngarit cari rumput,” ungkapnya.
Kenapa Mbah Suhadi dan Mbah Mariyam tidurnya bersama seekor ternak sapinya?. Mereka berdua sebetulnya tidak mau setiap saat tidur, masak, makan berdekatan dengan sapi.
“Sebetulnya kami berdua tidak mau tidur bersama seekor ternak sapi. Selain bau kotoran dan air kencing sapi menyengat, makan dekat sapipun terasa kurang lahap. Namun gimana lagi?,” tutur dia.
Lebih lanjut, Mbah Mariyam juga siap makan seadanya. Dia bersama suaminya merasa bersyukur walau dalam keadaan hidup sederhana dan miskin seperti kondisi saat ini adanya.
“Kami berterima kasih kepada pemerintah yang telah membantu kami berupa beras dan bantuan uang dari pemerintah. Kami bersyukur bisa makan,” ucap Mbah Mariyam dengan lugunya.
Menurut Mbah Mariyam, dia berdoa dan berharap semoga di berikan kesehatan. Sapinya juga sehat. Kalau kami tidak mempunyai sapi dia sangat sedih sekali.
“Semoga kami berdua di berikan kesehatan. Ternak sapi saya juga sehat bisa beranak. Karena sapi saya ini saya ternak untuk jaga- jaga bila suatu saat kami berdua tiada,” kata Mbah Mariyam.
Dengan berurai air matanya, Mbah Mariyam mereka terlihat sedih jika merapi susahnya menjalani hidupnya bersama Mbah Suhadi dalam keadaan miskin saat ini.
” Terkadang saya sedih, karena rumah terbuat dari sesek bambu bekas dan kayu glugu kelapa yang sudah rapuh, takutnya terkena angin kencang sehingga terjadi roboh,” sedih Mbah Mariyam.
Mereka berharap semoga ada bantuan bedah rumah dari pemerintah atau swasta. Agar rumah dia yang di takutkan roboh karena kondisi reyot menjadi layak huni.
” Biar tidak terjadi roboh, semoga ada bantuan bedah rumah dari pemerintah maupun pihak swasta. Saya sangat ingin di bantu. Pada saat hujan angin kencang kami merasa takut jika rumah roboh,” pinta dia penuh harapan.
Saat di tanya kenapa satu ekor sapi mereka tidak di jual saja? Mbah Mariyam enggan menjualnya. Dia beralasan bahwa sapi satu satunya di ternak agar beranak untuk biaya mati pada saat nantinya.
” Sapi saya satu – satunya yang saya punya ini akan saya ternak biar punya anak. Sapi tidak akan kita jual karena merupakan cadangan biaya kematian kelak nanti,” katanya dengan mata berkaca- kaca.
Mbah Mariyam menuturkan bahwa aset yang mereka miliki hanya seekor sapi dan rumah reyot dari sesek bambu bekas bolong – bolong saja. Tanah yang ia tempati masih nebeng anaknya yang merupakan bekas kandang sapi.
” Semoga kita di berikan sehat umur panjang dan sapi saya satu – satunya bisa mempunyai anak, agar nantinya jika saya dan Mbah Suhadi mati nantinya, bisa untuk membiayai kematian,” katanya.
(Trisno/ Susilo/Azis)