Jakarta, Indonesianews.co.id
Bersama dengan penerapan protokol kesehatan yang benar, sampai saat ini vaksinasi menjadi alat pertahanan yang paling baik dalam mencegah dan mengurangi dampak dari penyebaran virus COVID-19. Namun persoalan vaksinasi COVID-19 bagi ibu hamil dan menyusui hingga kini masih menjadi pertanyaan dan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat. Hal ini terutama dari tinjauan kehalalan dan kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui, juga bagi bayi yang masih dalam kandungan maupun yang sudah lahir.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bermitra dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat khususnya Komisi Infokom MUI Pusat dan Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI Pusat mengadakan Webinar Bangkit dari COVID-19 dengan Nalar dan Aksi Bersama Berlandaskan Fatwa Majelis Ulama Indonesia dengan Tema “Vaksin COVID untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Amankah?”.
“Insya Allah melalui webinar kali ini bisa memberikan pencerahan, sekaligus juga memberikan manfaat agar para Ibu hamil dan menyusui bisa mempersiapkan diri dan tidak takut dan ragu lagi untuk divaksin”, ungkap Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI Pusat, Dr. Hj. Siti Ma’rifah, M.M., M.H, ketika membuka kegiatan webinar.
Acara ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan disiarkan secara live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Official TVMUI, dan Facebook Majelis Ulama Indonesia, pada hari Jumat, tanggal 26 November 2021 yang dimulai pukul 13.00 WIB.
Narasumber yang hadir secara daring antara lain Ketua MUI Pusat Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, Dr. KH. Sholahuddin Al Ayyub, M.Si.; Pengurus Komisi Infokom MUI Pusat / Wapimred mui.or.id, Syukri Rahmatullah, S.HI.; Guru Besar Fakultas Kedokteran UIN Jakarta, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.Og(K)., SH., NSL.; Dr.dr. Andi Alfian Zainuddin, M.K.M.; dan moderator oleh Muhammad Fakhruddin, S.IP., M.Si. dan Dr. Sri Sunarti Purwaningsih, M.A.; serta pemandu acara oleh Hj. Elvi Hudriyah M.Ag.
Pada kegiatan ini, KH. Sholahuddin Al Ayyub menjelaskan perspektif vaksin dalam pandangan Islam. Kyiai Ayyub menyebutkan bahwa MUI melihat vaksin adalah bagian dari berobat dan berobat itu hukumnya wajib di dalam syariat Islam. Namun obat juga harus mencakup unsur halal dan thayyib.
Selain halal dan thayyib, masalah kedaruratan juga menjadi pertimbangan yang penting. Dalam kondisi darurat tertentu, dibolehkan menggunakan obat yang tidak halal, jika yang halal tidak ada atau ketersediaannya tidak mencukupi.
“Karena sesungguhnya kemaslahatan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan lebih sempurna dibandingkan kemaslahatan untuk menghindari sesuatu yang najis”, tutur Kyai Ayyub.
“Ini ada pertimbangan-pertimbangannya diantaranya adalah pendapat-pendapat para ulama terdahulu yang merupakan ulama muktabar yaitu ulama yang dapat dipercaya”, tambahnya.
Kemudian Syukri Rahmatullah mengingatkan penting di saat pandemi seperti ini untuk meningkatkan keimanan dan membangun sense of crisis, juga menciptakan keteladanan, serta percaya kepada ahlinya.
“Kalau berbicara masalah keimanan dan tauhid tentunya para ahlinya adalah pemuka agama atau para kyai dan ustadz. Tapi kalau berbicara masalah Kesehatan, tentu kita kembali kepada ahlinya, yaitu para dokter dan ahli kesehatan”, ujar Syukri.
Sementara dr. Sardjana mengatakan, ibu hamil yang terpapar dengan COVID-19 memiliki resiko yang banyak, antara lain resiko keguguran, kondisi gawat janin, kelahiran prematur, juga ketuban dini dan gangguan pertumbuhan janin.
Untuk itu, vaksinasi COVID-19 menjadi hal yang juga penting untuk ibu hamil. Ada beberapa syarat vaksin bagi ibu hamil, yaitu usia kandungan sudah di atas 13 minggu, tekanan darah normal, tidak sedang menjalani pengobatan, dan komorbid dalam kondisi terkontrol, serta tidak punya gejala/keluhan pre eclampsia.
Terkait rekomendasi vaksin untuk ibu hamil, dr. Sardjana dalam paparannya memperlihatkan Coronavac/ Sinovac tidak berhubungan dengan keguguran/ kelainan kongenital dan belum ada efek teratogenik. Soleh karena itu, vaksin ini direkomendasikan untuk ibu hamil berusia 35 tahun ke atas dan yang memiliki komorbid.
“Memang ada beberapa pabrik vaksin yang sudah mengadakan penelitian, tetapi banyak juga yang belum, karena tidak gampang mengadakan penelitian atau uji klinis pada ibu hamil. Terdapat kode etik juga dan menyangkut nyawa ibu dan bayi”, kata dr. Sardjana.
Senada dengan dr. Sardjana, dr. Andi Alfian Zainuddin mengatakan belum ada hasil penelitian secara langsung pada ibu hamil. Tetapi, vaksin jenis ini (sinovac) dipakai pada kehamilan (hepatitis, tetanus, influenza) dan terbukti aman pada janin.
Selain vaksin tidak aktif seperti sinovac, vaksin basis mRNA seperti Pfizer, dan Moderna juga termasuk jenis vaksin yang direkomendasikan untuk ibu hamil.
“Kesimpulannya, seluruh ibu hamil direkomendasikan untuk vaksinasi COVID-19 untuk menurunkan resiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi”, demikian dr. Andi menutup paparannya.