Jakarta, Indonesianews.co.id
Saat ini, dunia maya sangat pesat berkembang dan mudah serta gampang untuk dijadikan sebagai alat penyebaran berita-berita tidak benar dan bohong atau hoaks bahkan kita sering mendapatkan berita propaganda berbau SARA.
“Pengguna internet harus mengecek terhadap setiap informasi yang diterima dari sosial media,” kata Indra Permana SH, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P pada Webinar Ngobrol Bareng Legislator Bersama Melawan Berita Bohong (Hoaks) Minggu, 24 April 2022.
Dia mengajak masyarakat untuk memanfaatkan dunia digital dalam rangka meningkatkan perekonomian antara lain dengan mempromosikan dan menjual produk-produk masyarakat melalui internet. “Suka dan tidak suka, kita harus melek dunia digital,” katanya.
Sementara itu, Dosen Tetap Universitas Mercu Buana, Jakarta Ira Purwitasari mengatakan hoaks adalah produk budaya baru sebagai akibat dari munculnya teknologi internet yang berkembang dengan massif saat ini bersamaan dengan kran kebebasan yang terbuka.
Dia menjelaskan kemampuan teknologi internet ditambah dengan karakteristik media baru (new media) menyebabkan fenomena kebebasan bersuara atau ruang publik virtual (virtual sphere) berkembang semakin pesat misalnya fenomena citizen journalism atau jurnalisme warga.
Saat ini, bentuk hoaks yang banyak ditemui atau diterima pengguna internet adalah hoaks dalam tulisan mencapai 62,10 persen, hoaks gambar 37,50 persen dan hoaks video hanya 0,40 persen.
Pada tahun 2017, masyarakat telematika Indonesia (Mastel) melakukan survey terkait hoaks di Indonesia. Hasilnya, saluran utama penyebaran hoaks adalah media sosial dengan persentasi mencapai 92,40 persen.
Survey juga mengungkapkan bahwa intensitas penerimaan hoaks dari para responden paling tinggi adalah setiap hari mencapai 44,3 persen dari responden. “Ini cukup mengkuatirkan karena dapat dikatakan bahwa hoaks di Indonesia tersebar cukup masif,” katanya.
Dia menyampaikan lima cata mengenali informasi bohong yakni periksa alamat URL atau website apakah kredibel atau tidak, periksa halaman tentang situs website yang menampilkan informasi, periksa adakah kalimat yang menyuruh pembaca untuk membagikan pesan tersebut, cross check dari google tema berita spesifik yang ingin di cek dan cek kebenaran gambarnya di google image.
Nurcholis MA Basyari, Anggota Pojka Dewan Pers mengatakan berita palsu bisa berisi fakta namun telah dipelintir atau direkayasa. Kini, hoaks sering digunakan dan disematkan saat menyikapi berita yang sama sekali tidak ada faktanya. “Juga dipandang sebagai fitnah untuk menjatuhkan lawan politik atau pihak yang berseberangan,” katanya.
Dia menjelaskan mengapa harus memerangi hoaks? karena hoaks merupakan virus pemecah belah dan mendegradasi moralitas anak bangsa, memicu terbentuknya low trust society, mengubah energi positif menjadi negatif, eksploitasi ekonomi dan politik yang menggerogoti demokrasi serta negara memanggil.
Cara paling efektif untuk menghambat penyebaran hoaks, katanya, adalah dengan melakukan edukasi atau sosialisasi, melakukan tindakan hukum, mengkoreksi melalui sosial media, memblokir situs atau apps, flagging, report akun atau post dan memberitakan di media (TV, radio, majalah, koran).