Jakarta, Indonesianews.co.id
Industri pembiayaan pada tahun 2022 menunjukkan pemulihan berdasarkan terjadinya pertumbuhan positif pada piutang pembiayaan. Berdasarkan laporan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), industri multifinance pembiayaan roda dua mengalami pertumbuhan pesat sebesar 30,92% pada nilai penyaluran pembiayaan (amount finance) menjadi Rp208,82 triliun di periode Semester I-2022 dibanding periode yang sama tahun 2021 yang hanya mencapai Rp159,50 triliun.
Sedangkan, untuk rasio kredit macet atau Non Performing Financing (NPF) di industri multifinance menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terjadi perbaikan sebesar 0,72% menjadi 2,81% pada Semester I-2022 dibanding Desember 2021 yang mencapai 3,53%. Meskipun terjadi penurunan, angka tersebut masih tergolong cukup besar.
Oleh karena itu, UU Jaminan Fidusia hadir memberikan kepastian kepada debitur dan kreditur, sehingga dengan adanya sertifikat jaminan fidusia ini, baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia/pemilik unit, dapat terlindungi masing-masing haknya.
Namun seiring perkembangannya, eksekusi jaminan fidusia masih sulit diimplementasikan sesuai dengan konsepsi hukum yang ideal. Sebab masih terdapat pasal-pasal yang dianggap masih bersifat inkonstitusional.
Oleh karena itu, diajukan permohonan Judicial Review terhadap Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia. Atas hal tersebut lahirlah Putusan MK No.71/PUU-XIX/2021 yang pada intinya memberikan penafsiran terhadap frasa “pihak yang berwenang” didefinisikan sebagai pihak yang dapat dimintakan bantuan dalam mengambil objek yang menjadi jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia yaitu “Pengadilan Negeri”.
Selaku perusahaan pembiayaan, FIFGROUP mengedepankan cara-cara yang sejalan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan berupaya memitigasi terjadinya perbuatan-perbuatan yang berpotensi menjadi pelanggaran serta menghindari adanya perbedaan pemahaman terkait putusan MK yang berlaku. Untuk itu, FIFGROUP berinisiatif menyelenggarakan program Talk Show yang berjudul “Implementasi Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021 Terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia dan Implikasinya Terhadap Eksistensi Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.” pada Kamis (11/08/2022).
Acara ini dihadiri oleh jajaran direksi, manajemen, seluruh karyawan FIFGROUP dan advokat serta mitra penagih yang bekerja sama. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pembekalan mengenai Putusan MK No.71/PUU-XIX/2021 sebagai acuan dasar hukum dalam melakukan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.
Eksekusi Jaminan Fidusia
Talk show kali ini menghadirkan pihak berwajib sebagai salah satu narasumber, yaitu Subdit V Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, AKBP Wawan Muliawan, S.H., M.H. Pada kesempatan itu, Wawan menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan apabila terjadinya wanprestasi atau cidera janji terhadap perjanjian yang telah disepakati oleh kreditur dan debitur, di mana eksekusi itu tetap harus memperhatikan segala aspek hukum yang berlaku.
“Diharapkan dengan dikeluarkannya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan ini, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur hukum, sehingga tidak ada lagi kekerasan serta intimidasi kepada debitur. Bagi kreditur sendiri dengan Peraturan Kapolri ini akan mendapatkan kepastian dan pengamanan hukum dalam melaksanakan eksekusi.” kata pria yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Intelkam Polda Kaltim tersebut.
Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 mulai berlaku sejak 22 Juni tahun 2011, Perkap ini bertujuan untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, dan demi terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Narasumber berikut yang turut hadir yaitu seorang Ahli Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H., untuk melihat penerapan Putusan MK No.71/PUU-XIX/2021 jaminan fidusia dari sisi akademik. Akhmad menyampaikan bahwa penerapan hukum dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia selama tidak adanya unsur kekerasan yang dilakukan, maka tidak melanggar pidana.
“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan yang berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukan serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya perlu dilakukan dengan tindakan-tindakan yang persuasif,” ucap pria kelulusan Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia.
Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, menyampaikan pembekalan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan atas Putusan MK yang masih kurang dipahami saat ini. Mulai dari perlindungan hukum yang diberikan dalam sertifikat jaminan fidusia, implikasi Putusan MK ditinjau dari asas hukum kebendaan jaminan fidusia, dan implikasi Putusan MK terhadap tataran teori serta implementasi eksekusi jaminan fidusia.
“Saya berharap seluruh peserta yang hadir mulai dari karyawan FIFGROUP dan rekan-rekan advokat hingga mitra penagih dapat mengetahui dan memahami serta mengimplementasikan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan,” kata Setia Budi Tarigan.
Oknum Debt Collector yang Mengatasnamakan FIFGROUP
Belakangan sering terjadi kasus kekerasan oleh oknum debt collector yang mengaku karyawan FIFGROUP ataupun rekanan mitra penagih. Dalam pelaksanaannya, FIFGROUP selalu patuh terhadap aturan dan prosedur yang berlaku, di mana setiap juru tagih yang melakukan penarikan unit memiliki surat kuasa dari perusahaan rekanan mitra penagih, sudah melakukan somasi sebanyak dua kali sebelum penarikan, dan membawa sertifikat jaminan fidusia.
“Saya menghimbau kepada seluruh pelanggan FIFGROUP untuk selalu berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit yang mengatasnamakan FIFGROUP. Pastikan kelengkapan identitas orang yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti mampu menunjukan surat penugasan resmi dan kepemilikan identitas serta bukti bahwa unit terdaftar di aplikasi internal FIFGROUP,” kata Setia Budi Tarigan.
Setia menambahkan, dalam menghadapi penarikan unit, masyarakat khususnya pelanggan FIFGROUP perlu memperhatikan kembali kelengkapan identitas debt collector yang melakukan penarikan unit. Ini dilakukan guna mencegah terjadinya kasus pencurian, penipuan, ataupun perampasan atas barang-barang dan kendaraan milik pelanggan FIFGROUP.